-->

Presiden Jokowi Bersinergi dengan Lembaga Peradilan, Rakyatlah Pemenangnya

Oleh: Satiyem, SPd MM.
Pimpinan Asosiasi Perempuan Banyuwangi (APB)

"Kematian demokrasi sesaat saja", itulah kejadian saat disahkan RUU Pilkada melalui DPRD oleh mereka yang mengatasnamakan dirinya wakil rakyat, bahkan partai seorang presiden yang 2 x dipilih oleh rakyatlah biang tragedi itu. Apapun alasan disampaikan, rakyat tetap geleng-geleng kepala, “Kok cuma seperti itu ending-nya. Sangat tidak pantas untuk ukuran partai pemimpin negara, melakukan walk out dengan alasan tidak ada pembahasan 10 syarat yang diajukan. Nama besar Presiden SBY di kancah internasional dipertaruhkan. Dunia-pun terbelalak. Itukah nilai seorang presiden besar di penghujung purna baktinya?” Bola panas drama politik sedang melanda Indonesia. Bara api yang ditujukan membakar kemenangan Jokowi justru berbalik menjadi matahari pemerintahan karena dukungan people power yang semakin hari semakin tak terbendung akibat pengesahan RUU Pilkada melalui DPRD. Indonesia bukan milik segelintir anggota DPR. Indonesia dihuni ratusan juta orang dan jutaan kaum cerdik cendekiawan. Dapat dipastikan uji materi menjadi pekerjaan baru MK.

Pertanyaan sederhana kaum awam tidak akan jauh berbeda dengan kaum intelektual yang murni memikirkan kepentingan bangsa tanpa transaksi apapun. Pertanyaan sederhana yang didasari pada proses pilpres dengan finish MK yang luar biasa hebat, kualitas Hakim yang sesungguh-sungguhnya menjadi tangan Tuhan di Bumi Indonesia. Putusan Mahkamah Konstitusi yang bisa ditebak oleh rakyat sebelum palu diketok karena bukti-bukti hukum memang lemah. ‘Apakah bila Jokowi-JK kalah dalam pilpres 2014, akan ada RUU Pilkada oleh DPRD?” Belum diujimaterikan ke MK saja rakyat menjawab serentak, ”Tidak”. Juga ketika ditanyakan, ‘Apakah MK mengabulkan gugatan Uji Materi RUU Pilkada?’ Kembali rakyat sudah punya jawaban bahwa gugatan uji materi dikabulkan dan pilkada akan menjadi hak rakyat sepenunya. Hal demikian tidak bisa lepas dari sejarah putusan penolakan gugatan Prabowo-Hatta pada sidang MK. Meskipun berbagai upaya dilakukan untuk mendukung gugatan termasuk menghadirkan artis dadakan dari papua, tetap saja MK tidak mengabulkan gugatan, apalagi siapapun bisa menilai bahwa pembentukan RUU Pilkada melalui DPRD adalah buntut sakit hati dan kekecewaan kalah pilpres.

Atraksi kaum sakit hati sesi pertama sudah dilakukan. Ada yang dengan congkaknya menyatakan bahwa disahkannya RUU Pilkada melalui DPRD adalah kemenangan rakyat. Merasa menjadi kambing hitam sebuah kepentingan, respon rakyat sangat cepat. Hanya dalam hitungan jam , ratusan ribu rakyat melek teknologi berteriak, belum mereka yang gaptek (gagap teknologi) berdiskusi model kampung. “Kok asal bunyi mengatasnamakan kemenangan rakyat? Rakyat mana yang mau hak-haknya dirampok di negara demokrasi? “.

Sudut kebencianpun berbuah hujatan di setiap pembicaraan. Apakah semudah membalik tangan merampas hak rakyat dalam memilih pemimpin? Seharusnya dengan pengalaman pilpres bahwa meskipun diusung partai besar yang bila dihitung secara matematika dimana hak memilih rakyat bisa diwakili anggota DPR, seharusnya Prabowo-Hattalah pemenang pilpres. Kenyataannya, suara besar partai pengusung sama sekali tidak signifikan dalam perolehan suara rakyat. Rumus apa yang digunakan bahwa 226 orang pemilih RUU Pilkada melalui DPRD merupakan suara rakyat? Bagaimana dengan kemenangan walikota Bandung Ridwan Kamil yang diusung oleh minoritas partai? Sangat memprihatinkan. Senayan yang seharusnya dihuni oleh keikhlasan pengabdian, justru diisi orang-orang yang menempatkan kepentingan kelompok di atas kepentingan rakyat. Rakyat mana yang mau dirampas hak-haknya dalam memilih pemimpin? Celoteh kaum sendal jepit termasuk pendukung di antara 226 orang anggota DPR, ‘RUU Pilkada melalui DPRD tak lebih hanyalah RUU sakit hati kalah pilpres. Menyesal kenapa dulu mencoblos mereka, bermulut manis ternyata berbisa(racun)”.

Beruntunglah Indonesia memiliki hakim-hakim Mahkamah Konstitusi (MK) saat ini. Melihat putusan pemenang pilpres beberapa waktu lalu, rakyat tidak perlu cemas atas putusan gugatan uji materi. Negarawan sejati tidak akan mempertaruhkan hak rakyat hanya untuk menuruti kemauan segelintir orang. Garis demokrasi akan menjadi dasar Mahkamah Konstitusi memutus Gugatan Uji Materi. Demargasi Undang-Undang Dasar 1945 jelas, Indonesia sebagai Negara Demokrasi yang berasaskan dari, oleh dan untuk rakyat tidak bisa diterjemah sebagai anggota DPR boleh melakukan perampasan hak rakyat dalam memilih pemimpin. Karena itu, rakyat tidak perlu mengkhawatirkan kehilangan haknya pada segmen ini. Tidak usah negarawan sekelas Hamdan Zoelva berikut Hakim-hakim MK yang sudah teruji dan terbukti kualitasnya, obrolan tukang sayur saja menyimpulkan bahwa besarnya partai pengusung, bukan berarti jaminan perolehan suara rakyat.

Kalau rakyat kelas bawah saja bisa mengambil kesimpulan seperti itu, apalagi orang-orang hebat yang kini memegang amanah konstitusi? Maka dari itu, rakyat tidak perlu khawatir kehilangan hak pilihnya dalam menentukan pemimpin, kita memiliki benteng kehormatan bangsa yang tiada tara. Tidak akan pernah terjadi hakim-hakim MK menggadaikan demokrasi untuk kepentingan politik yang tidak sehat. Tidak mungkin hakim-hakim MK mempermalukan negara di mata dunia yang semakin hari semakin mentertawakan Indonesia akibat keputusan 226 orang. Tidak akan pernah terjadi Hakim-hakim MK membiarkan pengadilan rakyat menghakimi 226 orang politisi. Dan sangat imposible Hakim-hakim MK mau menenggelamkan diri di kancah internasional seperti Presiden SBY atas ulah partainya. Satu hal paling berharga, adanya RUU Pilkada melalui DPRD telah membuka mata rakyat 5 tahun ke depan. Tanpa dikomando pun, sejarah hitam terciptanya RUU Pilkada melalui DPRD , 4 partai pengusung Jokow-JK :PDIP, Hanura, PKB dan Nasdem secara otomatis menjadi partai-partai terhormat pilihan rakyat di tahun 2019.

Bangga memiliki Hakim-hakim MK sebagai pemegang Amanat Konstitusi, Sikap hormat sangat besar juga tertuju kepada barisan Abraham Samad. KPK hebat. Heroik kemarahan rakyat ketika beberapa waktu lalu DPR pernah mengusik keberadaan KPK, mengisyaratkan ada semacam ketakutan terhadap oknum DPR terhadap KPK. Alhasil, kecurigaan rakyat terbukti. Banyaknya anggota DPR yang tersangkut kasus gratifikasi, korupsi dan TPPU (Tindak Pidana Pencucian Uang) membuktikan tidak sehatnya tujuan menjadi anggota DPR. Slogan hidup untuk rakyat hanyalah kereta kepentingan. Takut dosa dan azab Tuhan tersingkir oleh takut tidak hidup kaya. Berbohong sudah menjadi trade mark saat dicecar tuntutan keadilan. Rasa malu tergadaikan oleh kepentingan pundi-pundi uang haram. Yang sangat mengerikan, bersandang ustadz justru menjadi dalang gratifikasi kelas tinggi. Surgakah jaminan Allah atas apa yang dilakukan di dunia? Islam dan Alqur’an menjawab, NERAKA JAHANAM.

Orientasi kebanggaan juga tidak bisa terlepas dari kerasnya Hakim Agung Artidjo Alkostar dalam menetapkan putusan kasasi. Harus diakui bahwa Mahkamah Agung menjadi sangat populer setelah digawangi Hakim Agung H.M.Hatta Ali. Garis keras KMA asal Sulsel yang satu ini menjadi momok paling menakutkan bagi hakim manapun yang mencoba geser dari garis orbit. Kepiawian menerapkan Tri Prasetya Hakim Indonesia sangat menentukan gemilangnya prestasi hakim dalam menjalankan fungsi sebagai pengadil yang bernurani. Dilihat dari dahsyatnya putusan terhadap koruptor dan dalang narkoba, menjadi ukuran tersendiri bahwa perubahan signifikan terjadi di era 2 tahun berjalan. Tidak sekedar adil dalam membawa roda peradilan dalam tugas sebagai pemegang palu terhadap pencari keadilan di masyarakat, namun juga adil secara intern kelembagaan.

Kewibawaan sebagai lembaga tinggi hukum, menjadi prioritas pengarahan Ketua Mahkamah Agung di setiap pembinaan dan pelatihan agar hakim berjalan sesuai dengan kode etik. Disilahkan keluar dari lembaga peradilan bila hakim tidak mau menjalankan tugas sesuai dengan aturan hukum pengikat. Itulah salah satu faktor terjadinya pemecatan terhadap hakim-hakim nakal pencoreng kehormatan. Tidak ringan Ketua Mahkamah Agung mengendalikan kualitas lembaga peradilan di negeri ini. Tersebarnya wilayah kerja hakim di seluruh Indonesia, memerlukan kerja ekstra keras dalam melakukan pengawasan internal. Dibutuhkan peran masyarakat yang baik untuk ikut serta menjaga citra kehormatan lembaga peradilan. Pengawasan masyarakat sangat dibutuhkan dalam membantu penegak hukum berjalan lurus.

Namun demikian, bukan laporan mengada-ada kesalahan hakim karena kecewa atas kepentingan yang terabaikan. Putusan hakim atas sengketa selalu melahirkan sakit hati bagi yang merasa tidak diuntungkan. Sakit hati tersebut sering berbuntut pengaduan meskipun harus diakui, putusan hakim nakal bisa juga menjadi penyebab tragedi lembaga peradilan. Yang memprihatinkan adalah tidak sedikit hakim-hakim baik pelaku undang-undang menjadi korban laporan oknum terutama yang tidak puas dengan hasil putusan sidang. Ketika hakim tidak bisa dibeli, sering terjadi usaha penjatuhan dilakukan oleh oknum-oknum tertentu dan sebagian besar sumber utama adalah lawyer yang tidak puas dengan putusan sementara pelapor sudah menjanjikan hal-hal berlebih kepada klien sebelum putusan.

Dampaknya, hakim harus menjalani pemeriksaan. Pelayanan publik menjadi tidak maksimal, jadwal sidang menjadi terganggu apalagi bila pemeriksaan hakim terlapor dilakukan di ibu kota. Meski tersamar, bara kemarahan hanya bisa disembunyikan manakala para hakim yang terdholimi telah bekerja semaksimal mungkin menjalankan undang-undang, memberikan putusan seadil-adilnya berdasarkan nurani tertinggi, bukan senyum kebanggaan yang didapatkan, tetapi menjadi terperiksa secara maraton atas rekayasa kesalahan oknum. Terhadap para hakim yang pernah mengalami pendholiman seperti ini, tetaplah semangat, jadilah Power in role Indonesian Justice sejati. Di akhirat segala dedikasi tercatat.

Namun demikian, tidak berarti setiap laporan penyimpangan perilaku hakim dari masyarakat tidak benar. Contoh ter-up to date adalah penodaan agama yang dilakukan KPN Bwi Kurnia Yani Darmono SH MH didukung Hakim Jamuji SH. Pelanggaran kode etik hakim yang dilakukan berbuntut laporan resmi masyarakat atas pasal 156a KUHP ke Polda Jawa Timur Surabaya, sungguh ironis dengan kesungguhan Ketua Mahkamah Agung menjaga martabat lembaga hukum tertinggi negara. Penodaan agama yang dengan sengaja menyalahgunakan kekuasaan, tanpa perikemanusiaan memindahkan musholla yang dibangun atas DIPA 2010/2011, teduh , hening, luas dengan tempat imam tertata menuju kiblat, tenang tidak terganggu aktifitas persidangan dijadikan perpustakaan, sementara tempat ibadah umat Islam digusur ke perpustakaan berhimpitan dengan ruang sidang, gaduh dan sempit. Yang paling fatal dari pengoperan kedua tempat tersebut adalah perpustakaan yang dijadikan musholla tepat berada dibawah WC lantai 2. Semntara kondisi lantai WC bocor, kotoran manusia merembes ke bawah tepat di musholla baru sehingga menjadi tempat najis.

Upaya penolakan pemindahan tempat ibadah sudah dilakukan karyawan PN Bwi. Hasilnya penanggung jawab DIPA mendapat hardik dan bentakan untuk diam. Juga ancaman akan menggunakan ilmu Cina –Jawa diberikan kepada karyawan yang mencoba memberi pengertian kekeliruan langkah yang akan dilakukan. Atribut penguasa tunggal digunakan KPN Bwi. tanpa memperhatikan kultur masyarakat. Perusakan dan penghilangan jejak tempat wudhlu dan penggusuran tetap dilakukan meskipun dalam kasus serupa (penodaan agama) KPN Bwi telah pernah menjalani pemeriksaan oleh Badan Pengawas Mahkamah Agung, tetapi lolos karena bukti yang lemah. Terbebas dari pemeriksaan Badan Pengawas Mahkamah Agung, tidak memberikan effect jera, justru semakin memperkuat rasa percaya diri Kurnia Yani Darmono menjajal kemampuan.

KPN Bwi sengaja memasang bom waktu. Pernyataannya bahwa pengoperan musholla adalah aplikasi Instruksi tanpa anggaran Mahkamah Agung tentang pengadaan ruang sidang anak dan baru akan mengembalikan musholla seperti semula bila ada ijin Mahkamah Agung. Sebuah pernyataan politis yang sengaja memantik ledakan kemarahan terhadap Ketua Mahkamah Agung. Pernyataan yang sengaja membenturkan kemarahan muslim Indonesia dengan peng-instruksi pengadaan ruang sidang anak yang tidak lain adalah pimpinan tertinggi lembaga peradilan. Sayangnya, Banyuwangi terlalu tangguh untuk ditaklukkan. Perbuatan melawan kode etik secara terencana, tersistem dan terstruktur, memancing gerakan besar-besaran umat Islam guna menjatuhkan kewibawaan Ketua Mahkamah Agung, dapat diterjemah tanpa harus membuka kamus. Mengerahkan umat Islam se-Indonesia sangat mudah apalagi menyangkut penodaan tempat suci dan SARA.

Akan tetapi, mengerahkan umat hanya karena ulah seorang zionis sama artinya mengikuti kemauan pendosa menghancurkan Ksatria Negara seorang H.M.Hatta Ali. Benteng kuat keikhlasan Illahiah keluarga seorang sahabat di Belford London in memories tidak akan pernah membiarkan noda setitik mengotori jubah Ketua Mahkamah Agung. Tanpa ambisi kecuali keagungan sebuah loyalitas, nilai kekaguman yang tak terpadamkan jaman membentuk satu kekuatan keyakinan membendung gerakan masa dengan tindakan intelektual. Menyeru kepada seluruh komunitas Islam melalui pimpinan Ponpes, Ulama, Kaum cendikiawan muslim, serta para pembesar jajaran Mahkamah Agung bahwa

Memancing seekor ikan tanpa airnya keruh akan lebih bermartabat daripada mengikuti instruktur pengkhianat melempar bom ikan yang airnya akan tumpah kemana-mana. Lebih baik segera mengadili KPN Bwi Kurnia Yani Darmono dan Hakim Jamuji setimpal dengan perbuatannya daripada mengerahkan massa Islam mengikuti settingan tersistem. Disinilah fungsi pengawasan masyarakat berjalan. Laporan penyimpangan perilaku hakim disertai bukti-bukti hukum yang kuat dan saksi- saksi serta solusi pengamanan lembaga merupakan peran serta masyarakat dalam menjaga kewibawaan lembaga peradilan negara. Tanpa peran serta pengawasan masyarakat, sulit bagi Ketua Mahkamah Agung mengendalikan lembaga peradilan mengingat hakim tersebar di seluruh Indonesia sedangkan tenaga pengawasan internal sangat terbatas.

Dominasi agamis Taufiqurrohman berikut team solidnya di Komisi Yudisial (KY), sangat mewarnai kewibawaan Mahkamah Agung. Kualitas pengawasan terhadap pelaksanaan kode etik hakim telah dibuktikan dengan berulang kali terbentuk MKH terhadap hakim-hakim nakal pelaku penyimpangan kode etik parah dan di masyarakat, pembentukan MKH menempati empati tersendiri mengingat masyarakat haus akan tindakan keadilan termasuk kepada hakim selaku penegak hukum. Tindakan keras Komisi Yudisial (KY) dalam menjaga kode etik harus tetap menjadi Soko Guru mengingat di tangan hakim, nasib kaum yang berperkara dipertaruhkan. Demikian juga sikap ksatria Punggawa KY merehabilitasi hakim teraniaya atas laporan tendensius, telah melahirkan pesona alamiah keberadaan KY dalam kendali seorang Begawan Sederhana , Taufiqurrohman.

Memiliki Hamdan Zoelva dengan 8 hakim MK, memiliki Abraham Samad dengan para penguatnya, memiliki H.M Hatta Ali dengan Artidjo Alkostar, Hamdi serta punggawa MA yang hebat, pesona agamis dalam flexibilitas Komisi Yudisial (KY) bernahkoda Taufiqurrohman, adalah satu kesatuan the big power in Indonesian Law yang akan menopang Presiden Jokowi-JK mengendalikan pemerintahan. Kehebatan mental Megawati dan Wiranto dalam menghadapi kekalahan pilpres , kemampuan PKB dalam menentukan pilihan pemimpin masa depan, kesantunan etika Surya Paloh dalam berpolitik, kecerdasan JK dalam pengembangan ekonomi kerakyatan, serta kejeliaan Jokowi dalam menangkap signal kesejahteraan, bakal melahirkan Indonesia Terhormat di kancah internasional. Kewibawaan sebuah negara atas sinergi sempurna lembaga peradilan dengan presiden didukung kesigapan Kapolri Jendral Sutarman berduet dengan Menhankam mengamankan negara. Sebuah patriotisme sejati yang secara serempak mengamini salam utama rakyat, “Hancurkan hegemoni badut politik bertasbih uang. Berikanlah rakyat kemenangan hakiki, Mari bersama-sama dukung sepenuhnya perjuangan Jokowi. Baratayudha Pandawa tersia-sia, akhirnya Kurawa juga tak berdaya. Asal menteri lurus, peradilan lurus, dukungan rakyat total, tidak ada yang perlu dicemaskan sebab people powerlah yang menentukan, Not Another, and all people Indonesia always with you. We are Promise.

0 Response to "Presiden Jokowi Bersinergi dengan Lembaga Peradilan, Rakyatlah Pemenangnya"

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel