Aksi Demo Hari ini' Forum Pers Independen Indonesia di Depan Gedung Dewan PERS' Cabut Verifikasi Media di seluruh Indonesia, Stop Intimidasi, Diskriminasi dan Kriminalilisasi Wartawan.
Jakarta, www.jejakkasus.info - FPII Meminta, Stop, Intimidasi, Diskriminasi, dan Kriminalisasi Wartawan. Gejolak pemberitaan di media nasional tentang penganiayaan dan tindak kekerasan terhadap media ( Pers ) semakin panas. Namun tidak di tindak lanjuti hingga ke akar- akarnya oleh Dewan Pers (DP) yang nota bene adalah pelindung pers dari hal-hal tindak kekerasan yang sering terjadi pada saat tugas peliputan.
Menurut Topan, Ketua Seknas FPII (Forum Pers Independent Indonesia) menilai Dewan Pers tidak adil dan tidak adanya berkepihakan terhadap para pekerja pers dan juga terhadap media massa yang tidak terverifikasi. Senin tanggal 20 Maret 2017 kawan-kawan Pers yang tergabung dalam wadah FPII di seluruh Indonesia akan bergerak serentak melakukan Demostransi menuntut Dewan Pers dengan beberapa poin tuntutan yang harus disetujui oleh Dewan PERS.
Tambahnya, banyak contoh kasus yang merugikan wartawan, seperti pemukulan dan berbagai tindakan kejahatan lainnya yang dilakukan oleh Narasumber dengan memakai centeng/preman, untuk mengintimidasi pekerja pers, justru tidak pernah terselesaikan bahkan, intimidasi dan kekerasan masih terjadi.
Seperti halnya yang terjadi kepada oknum wartawan di permasalahkan oleh Polsek Ceme Gresik, Supriyanto alias Ilyas Pimpinan Pusat NGO HDIS, Kenapa tidak dugaan kasus pungli LKS-nya yang di proses secara hukum, malah wartawannya malah yng di jebak, padahal Pungli di Dispendik melanggar Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 60 Tahun 2011 Tentang Larangan Pungutan Biaya Pendidikan Pada Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama. Di lain pihak, kepala sekolah dan kepala dinas pendidikan telah menyalahgunakan jabatannya melanggar KUHP Pasal 333 dengan ancaman hukuman maksimal 8 (delapan) tahun penjara.
Hal senada, menurut Topan, sebagai insan Jurnalis Pekerja Pers, kami merasakan adanya diskriminasi yang dilakukan oleh Dewan Pers (DP), maka FPII memandang perlu agar Insan Pers yang merupakan wujud dari pelaksana UUD bahwa kebebasan berserikat dan berpendapat adalah hak setiap warga negara,” katanya dalam siaran pers nya yang di kirim ke semua Redaksi Media yang tergabung di FPII Jakarta, Sabtu (18/3/2017).
Media yang sudah berbadan hukum, perlu adanya tindakan nyata untuk di lindungi, menaungi insan Pers dari belenggu Verifikasi dan pembungkaman yang saat ini terjadi di republik ini. Dewan Pers yang kita anggap sebagai wadah untuk melindungi wartawan malah tidak berpihak sama wartawan. Padahal Dewan Pers terlahir dan ada karena wartawan. Itu yang tidak dipahami oleh Dewan Pers.
Hal senada disampaikan Hefrizal, requitment (persyaratan) yang dibuat oleh Dewan Pers terkait pendaftaran bagi media untuk dapat terverifikasi, FPII menganggap bahwa persyaratan tersebut hanya dapat dipenuhi oleh media berskala besar tanpa mengindahkan para media yang berskala menengah ke bawah.
“Pemberlakuan UU khusus profesi (UU Pers) yang tidak diberlakukan kepada media-media non verifikasi, FPII menganggap bahwa masalah tersebut merupakan upaya pengkebirian pelaku pencari warta untuk mendapatkan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas-tugas jurnalistiknya,” ungkapnya selaku Koordinator Aksi
Tambahnya, dengan kata lain permasalahan-permasalahan yang timbul dalam melakukan peliputan bagi media non verifikasi akan di kenakan KUHP bukan atas dasar UU Pers apabila terjadi kesalahan dalam peliputan atau dalam penulisan.
Menurutnya lagi, dengan adanya isu akan didorongnya Panja terkait dengan mengarahkan UU Pers ke KUHP terhadap media non verifikasi, FPII memandang Panja tersebut merupakan upaya kriminalisasi terhadap perusahaan Pers berskala kecil.
“Kami rasa juga tidak adanya pengakuan dan perlakuan khusus bagi profesi jurnalis sebagai profesi yang khusus bagi media non verifikasi “lex specialis derogat legi generalis, aturan hukum yang khusus akan mengesampingkan aturan hukum yang umum,” terangnya.
Hefrizal menyampaikan, dengan adanya isu yang berkembang belakangan ini mengenai surat edaran tentang “hanya 74 media terverifikasi yang bisa melakukan peliputan” menimbulkan kesalahpahaman bagi para instansi sebagai objek peliputan dengan para insan pers sebagai pencari berita.
FPII meminta kepada Dewan Pers agar memberikan keterangan yang sebenarnya kepada instansi yang bersangkutan, bahwa berita tersebut “tidak benar adanya” dalam bentuk selebaran atau dengan mengundang insan Pers untuk melakukan konferesi Pers terkait masalah tersebut.
Sebagai informasi, bahwa FPII berdasarkan latar belakang permasalahan yang berkembang seperti yang dijelaskan diatas, FPII pun berusaha memberikan surat agar dilakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dan SUDAH DILAYANGKAN baik ke DPR Komisi 1 serta Dewan Pers, namun usaha tersebut hingga saat ini belum ada kepastian atau jawaban memuaskan yang diberikan kepada FPII,
Untuk memperjuangkan keadilan sesuai UUD 1945, serta memperjuangkan hak-haknya, Forum Pers Independent Indonesia (FPII) berdasarkan kesamaan tujuan, kesamaan niat dan kesamaan langkah telah melakukan rapat yang dihadiri oleh perwakilan-perwakilan dari media-media yang tergabung dalam FPII, tercatat hampir ribuan Media Cetak, Online, dan Elektronik dari berbagai daerah di Indonesia melakukan “AKSI DEMONSTRASI DAMAI TURUN KEJALAN di depan Kantor Dewan Pers jakarta” Secara Nasional.
“Tujuan kami menggelar aksi ini adalah agar aspirasi tersebut dapat tersampaikan kepada penentu kebijakan ataupun pembuat UU,” tandasnya.
Dari Forum Pers Independen Indonesia (FPII) akan melakukan aksi di gedung Dewan Pers atas kinerja DP dan di Gedung MPR/DPR agar pihak DPR segera menghentikan rencana Panja UU Pers, yang terindikasi mengekang kebebasan dan Kemerdekaan Pers.
Adapun Tuntutan FPII Adalah sebagai berikut :
1, Cabut Verifikasi Media di seluruh Indonesia.
2. Stop, Intimidasi, Diskriminasi, dan Kriminalisasi Wartawan,
3. Kembalikan fungsi UU Pers No. 15a tahun 1999.
4. Dewan Pers Harus membuat pernyataan di media massa terkait dengan adanya selebaran pelarangan meliput terhadap wartawan/jurnalis yang tidak terverifikasi, yang dilakukan oleh Instansi Pemerintah/Swasta di Seluruh wilayah Indonesia.
Aksi ini dilaksanakan secara serempak di berbagai Provinsi dan Kabupaten/ Kota di seluruh Indonesia, melalui perwakilan Sekretariat Daerah FPII, dengan tujuan Pemda dan DPRD.
Adapun Aksi Nasional akan berlangsung pada Senin 20 Maret 2017 pukul 09: 45 WIB sampai dengan Selesai di Lokasi Gedung MPR/DPR dan juga Dewan Pers Jakarta.
Untuk lokasi teman-teman daerah yang sudah bergabung pada FPII akan melakukan aksinya di Lokasi Gedung Pemprov/Pemkab/DPRD.
Dalam Pantauan JK/ RB/ NGO semua Anggota FPII Jabodetabek akan berpusat pada titik kumpul di Jl. Wahid Hasyim, Selanjutnya aksi Demo di Dewan Pers, FPII berorasi serta menggelar Teatrical Matinya Kemerdekaan Pers di Indonesia.
Aksi berlanjut menuju Gedung MPR/DPR RI, aksi akan diakhiri di Markas FPII Kalibata Jakarta Selatan dengan serempak.
Masih dengan Liputatan Jejak Kasus: siang ini berlangsung FPII mulai dari Sabang sampai Merauke, Natara alain: Jawa Tengah, Aceh, Jabodetabek, Banten, Medan, Bangka Belitung, Palembang, Lampung, Kaltim, Kalteng, Kalbar, NTB, Sulteng, Makassar, Maluku, Maluku Utara, Yogyakarta, Jawa Timur, dan Fakfak, Papua. (Red/ JK/ Sumber).
Menurut Topan, Ketua Seknas FPII (Forum Pers Independent Indonesia) menilai Dewan Pers tidak adil dan tidak adanya berkepihakan terhadap para pekerja pers dan juga terhadap media massa yang tidak terverifikasi. Senin tanggal 20 Maret 2017 kawan-kawan Pers yang tergabung dalam wadah FPII di seluruh Indonesia akan bergerak serentak melakukan Demostransi menuntut Dewan Pers dengan beberapa poin tuntutan yang harus disetujui oleh Dewan PERS.
Tambahnya, banyak contoh kasus yang merugikan wartawan, seperti pemukulan dan berbagai tindakan kejahatan lainnya yang dilakukan oleh Narasumber dengan memakai centeng/preman, untuk mengintimidasi pekerja pers, justru tidak pernah terselesaikan bahkan, intimidasi dan kekerasan masih terjadi.
Seperti halnya yang terjadi kepada oknum wartawan di permasalahkan oleh Polsek Ceme Gresik, Supriyanto alias Ilyas Pimpinan Pusat NGO HDIS, Kenapa tidak dugaan kasus pungli LKS-nya yang di proses secara hukum, malah wartawannya malah yng di jebak, padahal Pungli di Dispendik melanggar Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 60 Tahun 2011 Tentang Larangan Pungutan Biaya Pendidikan Pada Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama. Di lain pihak, kepala sekolah dan kepala dinas pendidikan telah menyalahgunakan jabatannya melanggar KUHP Pasal 333 dengan ancaman hukuman maksimal 8 (delapan) tahun penjara.
Hal senada, menurut Topan, sebagai insan Jurnalis Pekerja Pers, kami merasakan adanya diskriminasi yang dilakukan oleh Dewan Pers (DP), maka FPII memandang perlu agar Insan Pers yang merupakan wujud dari pelaksana UUD bahwa kebebasan berserikat dan berpendapat adalah hak setiap warga negara,” katanya dalam siaran pers nya yang di kirim ke semua Redaksi Media yang tergabung di FPII Jakarta, Sabtu (18/3/2017).
Media yang sudah berbadan hukum, perlu adanya tindakan nyata untuk di lindungi, menaungi insan Pers dari belenggu Verifikasi dan pembungkaman yang saat ini terjadi di republik ini. Dewan Pers yang kita anggap sebagai wadah untuk melindungi wartawan malah tidak berpihak sama wartawan. Padahal Dewan Pers terlahir dan ada karena wartawan. Itu yang tidak dipahami oleh Dewan Pers.
Hal senada disampaikan Hefrizal, requitment (persyaratan) yang dibuat oleh Dewan Pers terkait pendaftaran bagi media untuk dapat terverifikasi, FPII menganggap bahwa persyaratan tersebut hanya dapat dipenuhi oleh media berskala besar tanpa mengindahkan para media yang berskala menengah ke bawah.
“Pemberlakuan UU khusus profesi (UU Pers) yang tidak diberlakukan kepada media-media non verifikasi, FPII menganggap bahwa masalah tersebut merupakan upaya pengkebirian pelaku pencari warta untuk mendapatkan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas-tugas jurnalistiknya,” ungkapnya selaku Koordinator Aksi
Tambahnya, dengan kata lain permasalahan-permasalahan yang timbul dalam melakukan peliputan bagi media non verifikasi akan di kenakan KUHP bukan atas dasar UU Pers apabila terjadi kesalahan dalam peliputan atau dalam penulisan.
Menurutnya lagi, dengan adanya isu akan didorongnya Panja terkait dengan mengarahkan UU Pers ke KUHP terhadap media non verifikasi, FPII memandang Panja tersebut merupakan upaya kriminalisasi terhadap perusahaan Pers berskala kecil.
“Kami rasa juga tidak adanya pengakuan dan perlakuan khusus bagi profesi jurnalis sebagai profesi yang khusus bagi media non verifikasi “lex specialis derogat legi generalis, aturan hukum yang khusus akan mengesampingkan aturan hukum yang umum,” terangnya.
Hefrizal menyampaikan, dengan adanya isu yang berkembang belakangan ini mengenai surat edaran tentang “hanya 74 media terverifikasi yang bisa melakukan peliputan” menimbulkan kesalahpahaman bagi para instansi sebagai objek peliputan dengan para insan pers sebagai pencari berita.
FPII meminta kepada Dewan Pers agar memberikan keterangan yang sebenarnya kepada instansi yang bersangkutan, bahwa berita tersebut “tidak benar adanya” dalam bentuk selebaran atau dengan mengundang insan Pers untuk melakukan konferesi Pers terkait masalah tersebut.
Sebagai informasi, bahwa FPII berdasarkan latar belakang permasalahan yang berkembang seperti yang dijelaskan diatas, FPII pun berusaha memberikan surat agar dilakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dan SUDAH DILAYANGKAN baik ke DPR Komisi 1 serta Dewan Pers, namun usaha tersebut hingga saat ini belum ada kepastian atau jawaban memuaskan yang diberikan kepada FPII,
Untuk memperjuangkan keadilan sesuai UUD 1945, serta memperjuangkan hak-haknya, Forum Pers Independent Indonesia (FPII) berdasarkan kesamaan tujuan, kesamaan niat dan kesamaan langkah telah melakukan rapat yang dihadiri oleh perwakilan-perwakilan dari media-media yang tergabung dalam FPII, tercatat hampir ribuan Media Cetak, Online, dan Elektronik dari berbagai daerah di Indonesia melakukan “AKSI DEMONSTRASI DAMAI TURUN KEJALAN di depan Kantor Dewan Pers jakarta” Secara Nasional.
“Tujuan kami menggelar aksi ini adalah agar aspirasi tersebut dapat tersampaikan kepada penentu kebijakan ataupun pembuat UU,” tandasnya.
Dari Forum Pers Independen Indonesia (FPII) akan melakukan aksi di gedung Dewan Pers atas kinerja DP dan di Gedung MPR/DPR agar pihak DPR segera menghentikan rencana Panja UU Pers, yang terindikasi mengekang kebebasan dan Kemerdekaan Pers.
Adapun Tuntutan FPII Adalah sebagai berikut :
1, Cabut Verifikasi Media di seluruh Indonesia.
2. Stop, Intimidasi, Diskriminasi, dan Kriminalisasi Wartawan,
3. Kembalikan fungsi UU Pers No. 15a tahun 1999.
4. Dewan Pers Harus membuat pernyataan di media massa terkait dengan adanya selebaran pelarangan meliput terhadap wartawan/jurnalis yang tidak terverifikasi, yang dilakukan oleh Instansi Pemerintah/Swasta di Seluruh wilayah Indonesia.
Aksi ini dilaksanakan secara serempak di berbagai Provinsi dan Kabupaten/ Kota di seluruh Indonesia, melalui perwakilan Sekretariat Daerah FPII, dengan tujuan Pemda dan DPRD.
Adapun Aksi Nasional akan berlangsung pada Senin 20 Maret 2017 pukul 09: 45 WIB sampai dengan Selesai di Lokasi Gedung MPR/DPR dan juga Dewan Pers Jakarta.
Untuk lokasi teman-teman daerah yang sudah bergabung pada FPII akan melakukan aksinya di Lokasi Gedung Pemprov/Pemkab/DPRD.
Dalam Pantauan JK/ RB/ NGO semua Anggota FPII Jabodetabek akan berpusat pada titik kumpul di Jl. Wahid Hasyim, Selanjutnya aksi Demo di Dewan Pers, FPII berorasi serta menggelar Teatrical Matinya Kemerdekaan Pers di Indonesia.
Aksi berlanjut menuju Gedung MPR/DPR RI, aksi akan diakhiri di Markas FPII Kalibata Jakarta Selatan dengan serempak.
Masih dengan Liputatan Jejak Kasus: siang ini berlangsung FPII mulai dari Sabang sampai Merauke, Natara alain: Jawa Tengah, Aceh, Jabodetabek, Banten, Medan, Bangka Belitung, Palembang, Lampung, Kaltim, Kalteng, Kalbar, NTB, Sulteng, Makassar, Maluku, Maluku Utara, Yogyakarta, Jawa Timur, dan Fakfak, Papua. (Red/ JK/ Sumber).
0 Response to "Aksi Demo Hari ini' Forum Pers Independen Indonesia di Depan Gedung Dewan PERS' Cabut Verifikasi Media di seluruh Indonesia, Stop Intimidasi, Diskriminasi dan Kriminalilisasi Wartawan."
Post a Comment