Warga Kabupaten Kolut Keluhkan Pungli Sertifikat Massal
JEJAK KASUS, KOLUT-SULTRA - Program nasional agraria (Prona) atau biasa dikenal sertifikasi massal, tampaknya menjadi ajang pungli (pungutan liar). Kasus ini agaknya juga menjangkit di wilayah Kabupaten Kolaka Utara, Sulawesi Tenggara.
Seperti di beberapa desa di kabupaten ini, penerima program sertifikat gratis malah dibebani biaya dengan jumlah variatif oleh perangkat desa, yakni kisaran antara Rp 150 ribu sampai Rp 500 ribu tiap sertifikat, dengan alasan yang juga beragam.
"Kami terpaksa memungut biaya Rp 350 ribu karena kami menggunakan tenaga tambahan dalam proses pengukuran objek lahan. Hal ini kami lakukan karena tenaga yang diturunkan pihak BPN hanya satu orang saja dan tentu mereka kami gaji tiap hari," ungkap seorang perangkat kelurahan kepada Jejak Kasus. Pihaknya juga meminta agar namanya tidak dicantumkan.
"Biaya yang kami bebankan itu, sudah melalui kesepakatan bersama. Saya juga pernah menanyakan masalah prona ini ke BPN Kolaka Utara dan mereka menjelaskan bahwa biaya yang ditanggung pemerintah hanya sampai pada penerbitan sertifikat saja. Mengenai biaya transportasi dan biaya-biaya lain, pihak tenaga pertanahan menunggu kebijakan pemerintah setempat," jelasnya.
Terkait persoalan ini, Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kolaka Utara, Mu’in mengatakan, biaya pengurusan sertifikat sebesar Rp 500 ribu per sertifikat, termasuk meliputi biaya akomodasi petugas BPN yang turun ke lapangan.
Prona di tahun 2014 ini, jelasnya, Kolaka Utara diberi jatah 2500 kapling, berarti total anggaran APBN yang dikucurkan pemerintah pusat untuk penerbitan sertifikat sebesar Rp 1,125 miliar.
Sebagian warga penerima program ini mengeluhkan tidak adanya transparansi biaya yang dipungut dalam sertifikasi massal ini. "Jangankan Rp 150 ribu, diatasnya pun kami siap bayar, yang penting dana yang dipungut dari masyarakat itu jelas kemana arahnya," ungkap seorang warga penerima prona yang enggan diberitakan identitasnya.
Seolah-olah, lanjutnya, program ini menjadi lading bisnis bagi oknum untuk mendapat keuntungan pribadi. "Kami sangat berharap, perangkat desa dan BPN memberikan kejelasan terkait pungutan tersebut, agar kami tahu peruntukan dana tersebut. Jika tidak transparan, kami siap untuk mengadu ke DPRD dan Kejari Kolaka Utara," tegasnya.
Penulis: Achmad
Editor: Arief Anas
Seperti di beberapa desa di kabupaten ini, penerima program sertifikat gratis malah dibebani biaya dengan jumlah variatif oleh perangkat desa, yakni kisaran antara Rp 150 ribu sampai Rp 500 ribu tiap sertifikat, dengan alasan yang juga beragam.
"Kami terpaksa memungut biaya Rp 350 ribu karena kami menggunakan tenaga tambahan dalam proses pengukuran objek lahan. Hal ini kami lakukan karena tenaga yang diturunkan pihak BPN hanya satu orang saja dan tentu mereka kami gaji tiap hari," ungkap seorang perangkat kelurahan kepada Jejak Kasus. Pihaknya juga meminta agar namanya tidak dicantumkan.
"Biaya yang kami bebankan itu, sudah melalui kesepakatan bersama. Saya juga pernah menanyakan masalah prona ini ke BPN Kolaka Utara dan mereka menjelaskan bahwa biaya yang ditanggung pemerintah hanya sampai pada penerbitan sertifikat saja. Mengenai biaya transportasi dan biaya-biaya lain, pihak tenaga pertanahan menunggu kebijakan pemerintah setempat," jelasnya.
Terkait persoalan ini, Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kolaka Utara, Mu’in mengatakan, biaya pengurusan sertifikat sebesar Rp 500 ribu per sertifikat, termasuk meliputi biaya akomodasi petugas BPN yang turun ke lapangan.
Prona di tahun 2014 ini, jelasnya, Kolaka Utara diberi jatah 2500 kapling, berarti total anggaran APBN yang dikucurkan pemerintah pusat untuk penerbitan sertifikat sebesar Rp 1,125 miliar.
Sebagian warga penerima program ini mengeluhkan tidak adanya transparansi biaya yang dipungut dalam sertifikasi massal ini. "Jangankan Rp 150 ribu, diatasnya pun kami siap bayar, yang penting dana yang dipungut dari masyarakat itu jelas kemana arahnya," ungkap seorang warga penerima prona yang enggan diberitakan identitasnya.
Seolah-olah, lanjutnya, program ini menjadi lading bisnis bagi oknum untuk mendapat keuntungan pribadi. "Kami sangat berharap, perangkat desa dan BPN memberikan kejelasan terkait pungutan tersebut, agar kami tahu peruntukan dana tersebut. Jika tidak transparan, kami siap untuk mengadu ke DPRD dan Kejari Kolaka Utara," tegasnya.
Penulis: Achmad
Editor: Arief Anas

0 Response to "Warga Kabupaten Kolut Keluhkan Pungli Sertifikat Massal "
Post a Comment