Kolektor dapat di jerat Pasal 378 jo 368 KUHP. Oleh: Anggota NGO HDIS Suwito.
NGO HDIS, www.jejakkasua.info - Untuk membantu atau meningkatnya kebutuhan masyarakat di berbagai bidang kehidupan, kebutuhan terhadap pendanaan.
Suwito anggota NGO HDIS, telpon: 081232233484, mengatakan: sebagian besar dana yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan tersebut diperoleh melalui kegiatan pinjam meminjam atau perjanjian kredit, MoU.
Dalam proses pembuatan perjanjian kredit, sebuah bank akan sulit untuk menetapkan besar kecilnya suku bunga dan lamanya jangka waktu kredit serta tata cara pelunasan hutang yang diberikan kepada nasabahnya apabila bank harus menegosiasikan hal -hal itu dengan setiap nasabahnya.
Hal inilah yang menyebabkan bank menganggap perlu untuk membakukan banyak persyaratan pemberian kredit melalui penggunaan perjanjian baku.
Untuk mengkaji akibat hukum perjanjian baku bagi debitur (nasabah) dalam pelaksanaan perjanjian kredit perbankan, serta menganalisis bagaimana perlindungan hukum bagi debitur (nasabah) dalam pelaksanaan perjanjian kredit perbankan ditinjau dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Akibat Hukum Perjanjian Baku Bagi Debitur (Nasabah) Dalam Pelaksanaan Perjanjian Kredit Perbankan Keberatan-keberatan terhadap perjanjian baku antara lain adalah karena isi dan syarat-syarat sudah dipersiapkan oleh salah satu pihak, tidak mengetahui isi dan syaratsyarat perjanjian baku dan kalaupun tahu tidak mengetahui jangkauan akibat hukumnya, salah satu pihak secara ekonomis lebih kuat, ada unsur “terpaksa” dalam menandatangani perjanjian. Adapun alasan penciptaan perjanjian baku adalah demi efisiensi.
Hal tersebut menunjukkan bahwa perjanjian baku bertentangan baik dengan asas-asas hukum perjanjian (Pasal 1320 jo Pasal 1338 KUHPerdata) maupun kesusilaan.
Akan tetapi di dalam praktek, perjanjian ini tumbuh karena keadaan menghendakinya dan harus diterima sebagai kenyataan.
Dengan demikian akibat hukum perjanjian baku bagi debitur (nasabah) dalam pelaksanaan perjanjian kredit perbankan yaitu debitur (nasabah) sebagai pihak yang lemah harus menyetujui dan tunduk kepada syarat-syarat dan ketentuanketentuan dalam perjanjian kredit yang sudah dibakukan oleh bank tanpa adanya kesepakatan diantara para pihak mengenai kredit dan aturan-aturan kreditnya.
Perjanjian kredit yang ada di masyarakat hampir keseluruhan menggunakan perjanjian baku karena sangat efisien dan proses pinjam meminjam uang bisa lebih cepat. Konsekuensinya perjanjian baku ini menempatkan debitur (nasabah) dalam posisi yang lemah dan tidak mempunyai hak untuk memilih apa saja yang berarti dari keseluruhan persyaratan yang ditawarkan dalam perjanjian kredit.
Meskipun demikian, perjanjian ini tumbuh karena keadaan menghendakinya dan harus diterima sebagai kenyataan.
Kontraktor dapat kita jeras dengan UU Pemerasan.
Tindak Pidana yang sering dilakukan oleh Preman Debt Colektor adalah tindak pidana berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana adalah:
1. Pasal 368 KUHP
(1) Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena pemerasan dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.
(2) Ketentuan Pasal 365 ayat kedua, ketiga, dan keempat berlaku bagi kejahatan ini.
Penjelasan Pasal 368 adalah sebagai berikut :
a. Kejadian ini dinamakan “pemerasan dengan kekerasan” (afpersing).
Pemeras itu pekerjaannya: 1) memaksa orang lain; 2) untuk memberikan barang yang sama sekali atau sebagian termasuk kepunyaan orang itu sendiri atau kepunyaan orang lain, atau membuat utang atau menghapuskan piutang; 3) dengan maksud hendak menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hak. (pada Pasal 335, elemen ini bukan syarat).
b. Memaksanya dengan memakai kekerasan atau ancaman kekerasan;
1) Memaksa adalah melakukan tekanan kepada orang, sehingga orang itu melakukan sesuatu yang berlawanan dengan kehendak sendiri. Memaksa orang lain untuk menyerahkan barangnya sendiri itu masuk pula pemerasan; 2) Melawan hak adalah sama dengan melawan hukum, tidak berhak atau bertentangan dengan hukum; 3) Kekerasan berdasarkan catatan pada Pasal 89, yaitu jika memaksanya itu dengan akan menista, membuka rahasia maka hal ini dikenakan Pasal 369.
3. Pasal 378 KUHP
(1). Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang rnaupun menghapuskan piutang diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
Penanggung Jawab Posting berita: PT.PRIA SAKTI PERKASA No: AHU-13286.40.10.2014 NPWP 70.419.437.2-602.000. Sekretariat: Jalan Raya Kemantren 82, Terusan, Gedeg, Mojokerto, kontak: 082141523999. www.jejakkasus.com
Suwito anggota NGO HDIS, telpon: 081232233484, mengatakan: sebagian besar dana yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan tersebut diperoleh melalui kegiatan pinjam meminjam atau perjanjian kredit, MoU.
Dalam proses pembuatan perjanjian kredit, sebuah bank akan sulit untuk menetapkan besar kecilnya suku bunga dan lamanya jangka waktu kredit serta tata cara pelunasan hutang yang diberikan kepada nasabahnya apabila bank harus menegosiasikan hal -hal itu dengan setiap nasabahnya.
Hal inilah yang menyebabkan bank menganggap perlu untuk membakukan banyak persyaratan pemberian kredit melalui penggunaan perjanjian baku.
Untuk mengkaji akibat hukum perjanjian baku bagi debitur (nasabah) dalam pelaksanaan perjanjian kredit perbankan, serta menganalisis bagaimana perlindungan hukum bagi debitur (nasabah) dalam pelaksanaan perjanjian kredit perbankan ditinjau dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Akibat Hukum Perjanjian Baku Bagi Debitur (Nasabah) Dalam Pelaksanaan Perjanjian Kredit Perbankan Keberatan-keberatan terhadap perjanjian baku antara lain adalah karena isi dan syarat-syarat sudah dipersiapkan oleh salah satu pihak, tidak mengetahui isi dan syaratsyarat perjanjian baku dan kalaupun tahu tidak mengetahui jangkauan akibat hukumnya, salah satu pihak secara ekonomis lebih kuat, ada unsur “terpaksa” dalam menandatangani perjanjian. Adapun alasan penciptaan perjanjian baku adalah demi efisiensi.
Hal tersebut menunjukkan bahwa perjanjian baku bertentangan baik dengan asas-asas hukum perjanjian (Pasal 1320 jo Pasal 1338 KUHPerdata) maupun kesusilaan.
Akan tetapi di dalam praktek, perjanjian ini tumbuh karena keadaan menghendakinya dan harus diterima sebagai kenyataan.
Dengan demikian akibat hukum perjanjian baku bagi debitur (nasabah) dalam pelaksanaan perjanjian kredit perbankan yaitu debitur (nasabah) sebagai pihak yang lemah harus menyetujui dan tunduk kepada syarat-syarat dan ketentuanketentuan dalam perjanjian kredit yang sudah dibakukan oleh bank tanpa adanya kesepakatan diantara para pihak mengenai kredit dan aturan-aturan kreditnya.
Perjanjian kredit yang ada di masyarakat hampir keseluruhan menggunakan perjanjian baku karena sangat efisien dan proses pinjam meminjam uang bisa lebih cepat. Konsekuensinya perjanjian baku ini menempatkan debitur (nasabah) dalam posisi yang lemah dan tidak mempunyai hak untuk memilih apa saja yang berarti dari keseluruhan persyaratan yang ditawarkan dalam perjanjian kredit.
Meskipun demikian, perjanjian ini tumbuh karena keadaan menghendakinya dan harus diterima sebagai kenyataan.
Kontraktor dapat kita jeras dengan UU Pemerasan.
Tindak Pidana yang sering dilakukan oleh Preman Debt Colektor adalah tindak pidana berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana adalah:
1. Pasal 368 KUHP
(1) Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena pemerasan dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.
(2) Ketentuan Pasal 365 ayat kedua, ketiga, dan keempat berlaku bagi kejahatan ini.
Penjelasan Pasal 368 adalah sebagai berikut :
a. Kejadian ini dinamakan “pemerasan dengan kekerasan” (afpersing).
Pemeras itu pekerjaannya: 1) memaksa orang lain; 2) untuk memberikan barang yang sama sekali atau sebagian termasuk kepunyaan orang itu sendiri atau kepunyaan orang lain, atau membuat utang atau menghapuskan piutang; 3) dengan maksud hendak menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hak. (pada Pasal 335, elemen ini bukan syarat).
b. Memaksanya dengan memakai kekerasan atau ancaman kekerasan;
1) Memaksa adalah melakukan tekanan kepada orang, sehingga orang itu melakukan sesuatu yang berlawanan dengan kehendak sendiri. Memaksa orang lain untuk menyerahkan barangnya sendiri itu masuk pula pemerasan; 2) Melawan hak adalah sama dengan melawan hukum, tidak berhak atau bertentangan dengan hukum; 3) Kekerasan berdasarkan catatan pada Pasal 89, yaitu jika memaksanya itu dengan akan menista, membuka rahasia maka hal ini dikenakan Pasal 369.
3. Pasal 378 KUHP
(1). Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang rnaupun menghapuskan piutang diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
Penanggung Jawab Posting berita: PT.PRIA SAKTI PERKASA No: AHU-13286.40.10.2014 NPWP 70.419.437.2-602.000. Sekretariat: Jalan Raya Kemantren 82, Terusan, Gedeg, Mojokerto, kontak: 082141523999. www.jejakkasus.com

0 Response to "Kolektor dapat di jerat Pasal 378 jo 368 KUHP. Oleh: Anggota NGO HDIS Suwito."
Post a Comment